Sabtu, 25 Oktober 2014

APLIKASI PEMBELAJARAN BAHASA ISYARAT UNTUK TUNA WICARA

Pengantar Telematika
Nama : Dini Dwi Rahayu
NPM  : 12111155
Kelas  : 4KA17


APLIKASI PEMBELAJARAN BAHASA ISYARAT UNTUK TUNA WICARA


         Bahasa insyarat adalah salah satu bentuk bahasa yang bisa dipelajari. Namun dalam beberapa kasus , bahasa isyarat menjadi sulit dipelajari, karena keterbatasan sumber. Sebagai contoh, insiden penerjemahan bahasa isyarat palsu pada pemakaman Nelson Mandela mendapatkan reaksi keras dari berbagai kalangan. Dari kejadian ini dapat disimpulkan bahwa penerjemah palsu tersebut tidak bisa mendapatkan sumber materi bahasa isyarat dinegrinya atau seperti yang terdapat pada berita, bahwea banyak penerjemah yang ingin lulus meskipun mereka hanya tau beberapa isyarat saja dan biasanya yang memperkerjakan mereka  adalah orang yang tidak mengerti tentang bahasa isyarat. Selain itu, tidah sedikit  orang yang mengalami cacat berupa tidak bisa bicara (tunawicara) di berbagai Negara dan masih sedikitnya lembaga yang mengajarkan tentang bahasa isyarat.
Pendekatan Pengajaran Alternatif Bagi  Penyandang Tuna Rungu  Dan Tuna Wicara. Menurut Smith (2009, hal. 283), terdapat tiga dasar pendekatan pengajaran alternatif bagi siswa dengan penyandang tuna rungu dan tuna wicara. Metode manual.  Metode manual terdisir dua komponen dasar, yaitu bahasa isyarat (sign language) dan finger spelling.
Bahasa isyarat.  Sistem Isyarat Bahasa Indonesia yang dibakukan merupakan salah satu media yang membantu komunikasi sesama  tuna rungu dan tuna wicara ataupun komunikasi  tuna rungu dan tuna wicara di dalam masyarakat yang lebih luas. Wujudnya adalah tatanan yang sistematis bagi seperangkat isyarat jari, tangan, dan berbagai gerak untuk melambangkan kosa kata bahasa Indonesia. Isyarat yang dikembangkan di indonesia secara umum mengikuti tata/aturan isyarat sebagaimana yang telah dikemukakan mengenai aspek linguistik bahasa isyarat. Abjad Jari (Finger Spelling/Finger Alphabet). Secara harafiah, abjad jari merupakan usaha untuk menggambarkan alpabet secara manual dengan menggunakan satu tangan. Berikut adalah contoh abjad jari:








Abjad jari adalah isyarat yang dibentuk dengan jari-jari tangan (tangan kanan atau tangan kiri) untuk mengeja huruf atau angka. Bentuk isyarat bagi huruf dan angka di dalam SIBI serupa dengan International Manual Alphabet. Abjad jari digunakan untuk mengisyaratkan nama diri, mengisyaratkan singkatan atau akromin , dan mengisyaratkan kata yang belum ada isyaratnya.
Tunawicara (bisu) adalah mereka yang menderita gangguan berbicara sehingga tidak dapat berbicara dengan jelas. Bisu disebabkan oleh gangguan pada organ-organ seperti tenggorokan, pita suara, paru-paru, mulut, lidah, dsb.. Tuna wicara (bisu) sering diasosiasikan dengan tuna rungu (Tuli) karena ada sebuah syaraf eustachius yang menghubungkan telinga tengah dengan rongga mulut adapun organ berbicara antara lain mulut,hidung,kerongkongan,batang tenggorokan,dan paru-paru. Penghubung penting lainnya antara telinga dan mulut adalah saraf trigeminal, yang terhubung ke otot martil, serta ke otot–otot yang memungkinkan kita mengunyah dan menutup mulut, yaitu otot temporal dan otot masseter.

Saraf trigeminal
·         Saraf ini merupakan penghubung langsung lainnya antar pendengaran dan suara. Kalau dengan menguap kita dapat menghindari mendengar, cara lain adalah dengan menutup rahang rapat-rapat.
·         Ketika seseorang anak menggeretakan ginginya saat marah, pasti bahwa kata-kata kita akan masuk telinga kann dan keluar telinga kiri.
·         Hubungan saraf ganda antara telinga dan suara agaknya bersesuaian dengan temuan-temuan akhir-akhir ini yang menyatakan; otot-otot telinga tengah teraktivasi ketika kita menggunakan suara kita.

B.     faktor  penyebab tuna wicara.
1.      Hipertensi
2.      Faktor genetik /turunan dari orang tua.
3.      Keracunan makanan.
4.      Tetanus Neonatorum (Penyakit yang menyerang bayi saat baru lahir. Biasanya disebabkan oleh pertolongan persalinan yang tidak memadai)
5.      Difteri (Penyakit infeksi akut pada saluran pernafasan bagian atas)\
C.    Ciri-ciri penderita tuna wicara.
·                Berbicara keras dan tidak jelas
·                Suka melihat gerak bibir atau gerak tubuh teman bicaranya
·                Telinga mengeluarkan cairan
·                Menggunakan alat bantu dengar
·                Bibir sumbing
·                Suka melakukan gerakan tubuh
·                Cenderung pendiam
·                Suara sengau
·                Cadel

D.    Klasifikas penderita tuna wicara.
Disabilitas pendengaran pada umumnya dialami oleh individu yang lahir sebelum waktunya (premature). Penyandang disabilitas bicara ini memiliki beberapa karakteristik antara lain memiliki suara sengau, cadel, bicara tidak jelas dan tidak mengeluarkan suara saat berbicara, cenderung pendiam, pandangan tertuju pada satu obyek, menggunakan komunikasi non verbal dan bahasa tubuh untuk mengungkapkan pendapat, pikiran dan keinginan, serta lebih memilih berkomunikasi secara tertulis.

Anak dengan gangguan dengar/wicara dikelompokan sebagai berikut :
a)    Ringan (20 – 30 db)
Umumnya mereka masih dapat berkomunikasi dengan baik, hanya kata-kata tertentu saja yang tidak dapat mereka dengar langsung, sehingga pemahaman mereka menjadi sedikit terhambat.

b)    Sedang (40 – 60 db)
Mereka mulai mengalami kesulitan untuk dapat memahami pembicaraan orang lain, suara yang mampu terdengar adalah suara radio dengan volume maksimal

c)    Berat/parah (di atas 60 db)
Kelompok ini sudah mulai sulit untuk mengikuti pembicaraan orang lain, suara yang mampu mereka dengar adalah suara yang sama kerasnya dengan jalan pada jam-jam sibuk. Biasanya kalau masuk dalam kategori ini sudah menggunakan alat bantu dengar, mengandalkan pada kemampuan membaca gerak bibir, atau bahasa isyarat untuk berkomunikasi

E.     Penanganan
Bila terdapat gejala tersebut di atas lakukanlah pengujian kemampuan pendengaran sederhana dengan Uji Percakapan atau Uji Berbisik kurang dari 4 meter. Lakukan juga pemeriksaan pada telinga luar dan dalam untuk memastikan dan menentukan jenis dan derajat gangguan pendengaran.Petugas yang memberikan pelayanan kesehatan bagi tunawicara diharapkan dapat lebih sabar dan berbicara dengan menggunakan mimik yang jelas dan keterarah jawaban (berhadap-hadapan) agar komunikasi dapat berjalan lancar.

F.     Cara membantu tunawicara:
a)   Bicara harus jelas dengan ucapan yang benar
b)   Gunakan kalimat sederhana dan singkat
c)   Gunakan komunikasi non verbal seperti gerak bibir atau gerakan tangan
d)   Gunakan pulpen dan kertas untuk menyampaikan pesan
e)   Bicara berhadapan muka
f)   Latihan gerak bibir dengan cermin
g)   Latihan menggunakan bahasa isyarat
h)  Jika masih memungkinkan, periksakan kepada tenaga profesional untuk mendapatkan alat bantu dengar.
Menurut Departemen Sosial (Depsos) pada tahun 2002 . Anak yang mengalami cacat di Indonesia berjumlah 358.738 jiwa . yang didalamnya terdiri dari tuna daksa (35.8 %), tuna netra (17%), tuna rungu wicara (14.27%), tuna grahita (12.15%), dan sisanya kurang dari 7% adalah penyandang cacat lain.
Sedangkan, Menurut data WHO , anak yang memiliki cacat atau kekurangan pada setiap Negara adalah sejumlah 10% dari jumlah penduduk. Sedangkan jumlah penyandang cacat sesuai sensus tahun 1978 di Indonesia berjumlah 1.793.118 jiwa, atau mencapai (3.1%) dari jumlah penduduk. Lalu pada tahun 2004 dapat diketahui jumlah penyandang cacat sesuai hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Sosenas) di Indonesia adalah 6.047.008 jiwa, yang terdiri dari tuna netra 1.749.981 jiwa (29%), tuna daksa 1.652.741 jiwa (27%), eks penderita penyakit kronis 1.282.881 jiwa (21%), tuna grahita 777.761 jiwa (12.8%), dan tuna rungu wicara mencapai angka 602.784 (9.9%).
Angka 602.784  jiwa tuna rungu wicara cukup mencengangkan bagi masyarakat awam apalagi kita yang berperan sebagai terapis wicara kelak. Perbandingan antara terapis wicara di Indonesia yang berjumlah kurang dari 600 orang pada tahun 2011 ini dan penyandang tuna rungu wicara yang mencapai 602.784 jiwa dan mungkin lebih.
Faktor-faktor Penyebab Tuna Wicara
Faktor yang bisa menyebabkan tuna wicara diantaranya karena tekanan darah yang terlalu tinggi (Hipertensi), faktor genetik atau keturunan dari orangtua, keracunan makanan, penyakit Tetanus Neonatorum yang menyerang bayi pada saat bayi baru lahir, biasanya karena pertolongan persalinan yang tidak memadai, dan penyakit infeksi akut pada saluran pernafasan bagian atas (Difteri).
Pengaruh Kemampuan Berkomunikasi Pada Penyandang Tuna Wicara Dan Tuna Rungu
Menurut Edja Sajaah dan Darjo Sukarja (1995, hal. 48), ”Pada umunya pendengaran anak tuna rungu berpengaruh terhadap kemapuan berbahasanya, antara lain: Miskin dalam kosakata, sulit mengartikan ungkapan-ungkapan yang mengandung kiasan, sulit mengartikan kata- kata abstrak kurang menguasai irama dengan gaya bahasa”.
Dari ketunarunguan terjadi hambatan pada anak dalam pendidikannya, yaitu: Pertama, konsekuensi akibat gangguan pendengaran atau tuna rugu tersebut bahwa penderitaannya akan mengalami kesulitan dalam menerima segala macam rangsang atau peristiwa bunyi yang ada di sekitrnya. Kedua, akibat kesulitan menerima rangsang bunyi, konsekuensinya penderita tuna rungu akan mengalami kesulitan pula dalam memproduksi suara atau bunyi bahasa yang terdapat di sekitarnya. (Mohammad Efendi, 2006, hal. 72).
Dari uraian di atas, maka kehilangan pendengaran bagi seseorang sama halnya mereka telah kehilangan sesuatu yang berarti, sebab pendengaran merupakan kunci utama pembuka tabir untuk dapat meniti tugas perkembanganya secara optimal. Atas dasar itulah anak tuna rungu yang belum terdidik dengan baik, tampak pada dirinya seperti terbelakang, walaupun hal itu sebenarnya masih semu, serta tampak tidak komunikatif.
Memperhatikan keterbatasan kemampuan anak tuna rungu dari aspek kemampuan bahasa dan bicaranya, maka sejak awal masuk sekolah pengembangan kemampuan bahasa dan bicara menjadi skala prioritas program pendidikannya. Pendekatan yang lazim digunakan untuk mengembangkan kemampuan bahasa dan bicara anak tuna rungu, yaitu oral dan isyarat. Selama ini pendekatan yang digunakan dalam pendidikan secara kontroversial, sebab masing-masing institusi punya dasar filosofi yang berbeda.
Menurut Sunaryo Kartadinata (1996, hal. 80), dampak tuna rungu wicara sehubungan dengan karakteristik anak tuna rungu yaitu: “miskin dalam kosakata, sulit memahami kata-kata abstrak, sulit mengartikan kata-kata yang mengandung kiasan, adanya gangguan bicara maka hal ini merupakan sumber masalah pokok bagi anak tuna rungu wicara.”
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kehilangan pendengaran bagi seseorang sama halnya mereka telah kehilangan sesuatu yang berarti, sebab pendengaran merupakan kunci utama pembuka tabir untuk dapat meniti tugas perkembangan secara optimal. Usaha yang mungkin akan mendorong anak tuna rungu  dapat bersekolah dengan cepat adalah mengikuti pendidikan pada sekolah normal dan disediakan program-program khusus bila mereka tidak mampu mempelajari bahan pelajaran seperti anak normal.
Oleh sebab itu, dibutuhkan sebuah aplikasi yang dapat membantu tuna wicara untuk memahami dan mempelajari bahasa isyarat dengan mudah sehingga mereka dapat berkomunikasi dalam kehidupan sehari – hari. Dalam aplikasi ini juga dilengkapi dengan pengenalan huruf alphabet dengan menggunakan tangan dan latihan sehingga pengguna dapat meningkatkan kemampuan dengan mengerjakan latihan yang ada.  

Referensi :


Nama Anggota Kelompok :

Rabu, 25 Juni 2014

Mengenal Teknologi Augmented Reality dan Virtual Reality

Nama   : Dini Dwi Rahayu
NPM   : 12111155
Universitas Gunadarma

“Mengenal Teknologi Augmented Reality dan Virtual Reality”

Banyak yang belum mengetahui apa itu teknologi Augmented Reality dan Virtual Reality. Pada artikel ini, saya akan membahas tentang Augmented Reality dan Virtual Reality serta contoh aplikasinya. Selamat membaca..

Pengertian Augmented Reality
Augmented Reality (AR) atau Realitas Tertambah adalah teknologi yang menggabungkan benda-benda maya (baik berdimensi 2 dan/atau berdimensi 3) dan benda-benda nyata ke dalam sebuah lingkungan nyata berdimensi 3, lalu memproyeksikan benda-benda maya tersebut dalam waktu nyata agar terintegrasi dan berjalan secara interaktif dalam dunia nyata.

Aplikasi dan Contoh Augmented Reality
Teknologi ini biasanya digunakan pada bidang militer, medis, komunikasi, dan manufaktur yang mempunyai risiko besar dan membutuhkan tambahan benda-benda semu yang meniru benda-benda nyata sebelum diimplementasikan. Contohnya, pada pemeriksaan sebelum operasi seperti CT Scan atau MRI yang memberikan gambaran kepada ahli bedah mengenai anatomi internal pasien. Dari gambar-gambar tersebut, kemudian pembedahan direncanakan. AR dapat diaplikasikan sehingga tim bedah dapat melihat data CT Scan atau MRI pada pasien saat pembedahan berlangsung.
Peranti Augmented Reality
Pada umumnya Augmented Reality membutuhkan alat masukkan (input device) seperti kamera atau webcam, alat keluaran (output device) seperti monitor atau Head Mounted Display (HMD), alat pelacak (tracker) agar benda maya tambahan berupa penanda (marker) yang dihasilkan berjalan secara real-time atau mungkin interaktif walaupun benda nyata yang menjadi induknya digeser-geser, dan komputer untuk menjalankan program AR.

Cara Kerja Augmented Reality
Augmented Reality bekerja berdasarkan deteksi citra, dan citra yang digunakan adalahmarker. Prinsip kerjanya adalah kamera yang telah dikalibrasi akan mendeteksi markeryang diberikan, kemudian setelah mengenali dan menandai pola marker, webcam akan melakukan perhitungan apakah marker sesuai dengan database yang dimiliki. Bila tidak, maka informasi marker tidak akan diolah, tetapi bila sesuai maka informasi marker akan digunakan untuk me-render dan menampilkan objek 3D atau animasi yang telah dibuat sebelumnya.

Perbedaan Virtual Reality dan Augmented Reality
Virtual Reality menggantikan kenyataan dengan dunia semua secara keseluruhan, sedangkan Augmented Reality menambahkan atau melengkapi kenyataan dengan benda-benda semu.

Pengertian Virtual Reality
Virtual Reality (VR) atau Realitas Maya adalah teknologi yang memungkinkan user dapat berinteraksi dengan suatu lingkungan berdimensi 3 yang disimulasikan oleh komputer terhadap suatu objek nyata atau imajinasi, sehingga membuat user seolah-olah terlibat secara fisik pada lingkungan tersebut.

Aplikasi dan Contoh Virtual Reality
Teknologi ini biasanya digunakan pada bidang medis, arsitektur, dan penerbangan yang mempunyai risiko yang sangat besar dan membutuhkan prototype yang meniru kondisi nyata sebelum diimplementasikan. Contohnya, seorang calon pilot dapat menggunakan VR untuk simulasi penerbangan menggunakan komputer khusus untuk melakukan ujian.

Peranti Virtual Reality
Virtual Reality biasanya membutuhkan peralatan-peralatan khusus, seperti layar komputer (screen) untuk menampilkan lingkungan, pengeras suara (speaker) untuk menerima informasi pendengaran, pelacak (tracker) untuk memonitor gerakan kepala user, sarung tangan (glove) untuk menangkap gerakan tangan dan mengirimkan informasi gerakan ke sistem, alat bantu jalan (walker) untuk memantau gerakan kaki, dll.

Cara Kerja Virtual Reality
Pada prinsipnya, user melihat suatu dunia semu yang sebenarnya merupakan gambar-gambar dinamis hasil dari simulasi komputer. Melalui peranti-peranti khusus VR, userdapat berinteraksi dengan dunia semu dan mendapatkan umpan balik yang seolah-olah nyata, baik secara fisik maupun psikologis.

Untuk lebih jelasnya, berikut contoh aplikasi Augmented Reality dan Virtual Reality.


Gambar Aplikasi Augmented Reality


Gambar Perangkat Virtual Reality


Referensi :
==> http://id.wikipedia.org/wiki/Realitas_maya
==> http://id.wikipedia.org/wiki/Realitas_tertambah




Sabtu, 21 Juni 2014

Sistem Pengganti Surat Rujukan Dokter Spesialis Menggunakan Smart Card Untuk Pegawai Negeri

(REVISI)

Proposal Penelitian
"Sistem Pengganti Surat Rujukan Dokter Spesialis Menggunakan
Smart Card Untuk Pegawai Negeri"



Nama       : Dini Dwi Rahayu

NPM       : 12111155

Universitas Gunadarma




Latar Belakang


Perkembangan teknologi terutama dalam bidang teknologi informasi pada saat ini telah berubah dengan cepat seiring dengan kemajuan zaman. Akibat dari kemajuan teknologi terutama dalam dunia teknologi informasi, semakin banyaknya bermunculan perangkat-perangkat lunak untuk mengatasi permasalahan informasi. Dalam kehidupan, informasi memegang peranan penting sehingga yang dibutuhkan didapat dengan cepat, akurat dan mudah. Penulis berkeinginan merancang suatu sistem informasi, salah satu contohnya dalam bidang kesehatan. Semua dilakukan secara sistem komputerisasi dengan dirancang menggunakan  sebuah perangkat lunak.
Suatu sistem sangat dibutuhkan dalam suatu perusahaan atau instansi pemerintahan, karena sistem sangat menunjang terhadap kinerja perusahaan atau instansi pemerintah baik yang berskala kecil maupun besar. Supaya dapat berjalan dengan baik diperlukan kerjasama diantara unsur-unsur yang terkait dalam sistem tersebut. Ada berbagai pendapat yang mendefinisikan pengertian sistem, seperti dibawah ini:
“Sistem adalah suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling berhubungan , berkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu kegiatan atau untuk menyelesaikan suatu sasaran yang tertentu” (Jogiyanto,2005,1).
Masih dalam buku “Analisia dan Desain sistem informasi” karangan jogiyanto menerangkan:
“Sistem adalah kumpulan dari elemen-elemen yang berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan tertentu” (Jogiyanto,2005,2).
Sistem yang dirancang berfungsi membantu proses pembuatan surat rujukan untuk dokter spesialis. Permasalahan yang dihadapi adalah bagaimana menciptakan suatu sistem yang cepat, cermat dan teliti dengan menggunakan bantuan mesin Automatic Teller Machine (ATM)  untuk melakukan pembuatan surat rujukan menggunakan smart card. Mengingat akan kurang efisiennya pekerjaan tersebut apabila dilakukan secara manual khususnya terhadap penggunaan waktu pembuatannya, maka perlu adanya proses otomatisasi dalam melaksanakan suatu informasi.

Penulis mengumpulkan data-data dan mencari informasi untuk menemukan masalah yang terdapat pada sistem yang sedang berjalan. Masalah yang ditemukan pada sistem yang berjalan itu adalah proses pembuatan surat rujukan Dokter Spesialis untuk para Pegawai Negeri Sipil, pada saat ini dalam proses pembuatannya yang lama, rentan kesalahan karena pembuatannya dilakukan dengan sangat manual yaitu dengan penulisan tangan, dan masih menggunakan media kertas yang bisa menyebabkan penumpukan arsip-arsip serta rentan akan kerusakan. Hal tersebut membuat sistem pembuatan surat rujukan dokter spesialis ini menjadi tidak efektif dan efisien.

Untuk itu, penulis akan mengembangkan sistem pembuatan surat rujukan yang masih manual tersebut dengan perancangan secara komputerisasi dan dirancang menggunakan sebuah program, dengan menggunakan Automatic Teller Machine (ATM). Cara melakukannya hampir sama apabila kita ingin mengambil uang di ATM dengan menggunakan smart card, seperti ATM BRI, Mandiri, BCA. Hanya outputnya saja yang berbeda, mesin ATM ini hanya tersedia di Rumah Sakit Umum Daerah. Jadi untuk para Pegawai Negeri Sipil akan dimudahkan dalam proses pembuatan surat rujukan nya, karena tidak perlu harus meminta ke Dokter pribadi atau Puskesmas. Di dalam “Smart Card” akan tertera nama pasien Pegawai Negeri Sipil (PNS), nomor askes pemilik, dan data keaslian Dokter Pribadi yaitu sidik jari dokter pribadi. Jadi tidak perlu menggunakan kartu askes lagi, karena dalam smart card tersebut sudah meliputi data lengkap dan sidik jari asli dari Dokter Pribadi, sehingga tidak perlu lagi meminta izin dengan tanda tangan asli dari Dokter Pribadi untuk pembuatan surat rujukan tersebut.




Metode Penelitian

        Sistem ini dibuat dengan metode pengumpulan data dan informasi dalam proses pembuatan surat
rujukan kepada puskesmas atau dokter yang bersangkutan, setelah itu penelitian dan pengamatan
langsung pada objek yang telah dipilih yang menyangkut tentang pembahasan judul, serta
perancangan pada sistem yang akan dibuat.

Perancangan Sistem

   Setelah melakukan analisa terhadap data-data yang digunakan, maka dilakukan tahap perancangan
aplikasi sistem yang disesuaikan dengan kebutuhan dari Sistem Informasi. Berikut perbandingan dari
sistem pembuatan surat rujukan Dokter Spesialis untuk Pegawai Neger Sipil yang saat ini masih dibuat secara manual dengan sistem pengganti surat rujukan Dokter Spesialis Menggunakan Smart Card:

==> Pembuatan Surat Rujukan Secara Manual :

 Prosedur  pembuatan surat rujukan :

·    Pasien (Pegawai Negeri Sipil) datang ke Puskesmas atau Dokter pribadi untuk meminta surat rujukan.
·  Pasien menunjukkan kartu askes ke pihak Puskesmas/Dokter pribadi untuk  pembuatan rujukan Dokter Spesialis yang dituju.
·    Puskesmas/Dokter pribadi membuat surat rujukan dengan melengkapi data yang ada dalam surat rujukan.
·         Puskesmas/Dokter pribadi memberikan surat rujukan kepada pasien.
·         Pasien datang ke Rumah Sakit yang dituju dengan menunjukan kartu askes dan surat rujukan.
·         Pasien mendapat nomor antrian dan dipersilahkan menunggu diruang tunggu.
·         Pasien datang ke Dokter Spesialis untuk diperiksa dan berobat.
·         Pasien mengambil obat dari resep dokter ke apotek yang disediakan. 

==> Pembuatan Surat Rujukan Menggunakan Smart Card

Prosedur Pembuatan Surat Rujukan Menggunakan Smart Card :

·        Pasien (Pegawai Negeri Sipil)  datang ke Rumah Sakit.
·        Pasien mengunjungi mesin ATM yang disediakan di Rumah Sakit.
·        Pasien membuat surat rujukan dengan mengisi perintah yang diminta dalam form ATM menggunakan smart card.
·        Pasien mendapat surat rujukan yang dipilih dan nomor antrian secara otomatis dari mesin ATM tersebut dan dipersilahkan menunggu diruang tunggu.
·        Pasien datang ke Dokter Spesialis yang dituju untuk diperiksa dan berobat.
·        Pasien mengambil obat ke apotek  yang disediakan.

Dari uraian kedua prosedur pembuatan surat rujukan diatas, tentu dapat dibedakan mana yang lebih
mudah, singkat dan otomatis cara pembuatannya. Dengan prosedur menggunakan smart card, tentu

pasien akan merasa lebih mudah.
==> Diagram Zero (DFD)



Perancangan Input

       Pada tampilan awal program, penulis merancang menu login untuk dapat masuk ke menu utama, tetapi sebelum masuk ke menu utama, tentu peserta harus memiliki sebuah Smart Card yang merupakan kunci dari pembuatan surat rujukan tersebut. Seperti gambar dibawah ini adalah bentuk smart card yang cara penggunaannya cukup di gesekan kepada mesin ATM sehingga proses pembuatan akan di proses. 


Setelah peserta menggesekan smart card nya pada mesin ATM, lalu akan muncul tampilan seperti dibawah ini. Peserta diminta untuk memasukan nama dan nomor kartu askes. Jika data yang dimasukan cocok, maka peserta bisa masuk ke layar berikutnya. 
Dalam menu utama input yang dirancang terdiri dari input nama pasien (PNS) dan No. Kartu Askes. Seperti pada gambar berikut ini :


Perancangan Proses 

        Ketika pesrta (Pasien) sudah berhasil melakukan Login, makan form selanjutnya akan menampilkan data inti yaitu surat rujukan. Seperti form dibawah ini :

Pada form tersebut, peserta diminta untuk mengisi data yang tersedia secara lengkap dan benar serta langsung sudah tertera sidik jari Dokter Pribadi peserta secara otomatis, jadi peserta tidak perlu lagi meminta tanda tangan Dokter pribadi dalam meminta izin pembuatan surat rujukan ini, karena dengan sidik jari, data keaslian Dokter Pribadi sudah ada, sidik jari tersebut akan tampil secara otomatis disebabkan oleh Smart Card yang pertama kali kita gesekan pada mesin ATM. Karena pada Smart Card sudah ada sidik jari Dokter Pribadi dari peserta masing-masing.

Perancangan Output

      Setelah peserta mengisi data dengan lengkap dan benar, lalu kita cetak surat rujukan yang telah kita isi,  hanya dengan meng-klik “Cetak”, setelah itu, output akan keluar berupa surat rujukan dan nomor antrian, seperti dibawah ini:



Hasil yang keluar tidak hanya surat rujukan, tetapi beserta dengan nomor antriannya. Nomor antrian secara otomatis akan keluar, karena setiap smart card yang kita gesekan, saat itu juga sistem nomor antrian akan bekerja.




Referensi :