Akhir-akhir
ini muncul kesadaran baru tentang betapa pentingnya Pancasila
digelorakan lagi, yang sudah beberapa lama seperti dilupakan. Sejak memasuki
masa reformasi, maka apa saja yang berbau orde
baru boleh dibuang dan atau dijauhi.
Reformasi seolah-olah mengharuskan semua tatanan kehidupan termasuk
ideologinya agar supaya diubah, menjadi idiologi
reformasi. Siapapun kalau masih berpegang pandangan lama,
semisal Pancasila, maka dianggap tidak mengikuti zaman.
Pancasila pada orde
baru dijadikan sebagai tema sentral dalam menggerakkan seluruh
komponen bangsa ini. Maka dirumuskanlah ketika itu Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau disinghkat dengan P4. Pedoman
itu berupa butir-butir pedoman berbangsa dan bernegara. Nilai-nilai
yang ada pada butir-butir P4 tersebut sebenarnya tidak ada
sedikitpun yang buruk atau ganjil, oleh karena itu, menjadi mudah
diterima oleh seluruh bangsa Indonesia.
Hanya saja tatkala
memasuki era reformasi, oleh karena pencetus P4 tersebut
adalah orang yang tidak disukai, maka buah pikirannya pun dipandang harus
dibuang, sekalipun baik. P4 dianggap tidak ada gunanya. Rumusan P4 dianggap
sebagai alat untuk memperteguh kekuasaan. Oleh karena itu, ketika penguasa yang
bersangkutan jatuh, maka semua pemikiran dan pandangannya dianggap
tidak ada gunanya lagi, kemudian ditinggalkan.
Sementara itu, era
reformasi belum berhasil melahirkan idiologi
pemersatu bangsa yang baru. Pada saat itu semangatnya adalah
memperbaiki pemerintahan yang dianggap korup, menyimpang, dan
otoriter, dan kemudian haraus diganti dengan semangat
demokratis. Pemerintah harus berubah dan bahkan undang-undang dasar 1945 harus
diamandemen.
Beberapa hal yang masih didanggap sebagai identitas
bangsa, dan harus dipertahankan adalah bendera merah putih, lagu
kebangsaan Indonesia raya, dan lambang Buirung Garuda. Lima prinsip
dasar yang mengandung nilai-nilai luhur kehidupan berbangsa dan
bernegara, yang selanjutnya disebut Pancasila, tidak terdengar lagi,
dan apalagi P4.
Namun setelah melewati
sekian lama masa reformasi, dengan munculnya idiologi baru, semisal
NII dan juga lainnya, maka memunculkan kesadaran baru, bahwa
ternyata Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, NKRI dianggap penting untuk
digelorakan kembali. Pilar kebangsaan itu dianggap sebagai alat pemersatu
bangsa yang tidak boleh dianggap sederhana hingga dilupakan.
Pancasila dianggap
sebagai alat pemersatu, karena berisi cita-cita dan gambaran tentang
nilai-nilai ideal yang akan diwujudkan oleh bangsa ini.
Bangsa Indonesia yang
bersifat majemuk, terdiri atas berbagai agama, suku bangsa, adat istiadat,
bahasa daerah, menempati wilayah dan kepulauan yang sedemikian
luas, maka tidak mungkin berhasil disatukan tanpa alat pengikat. Tali
pengikat itu adalah cita-cita, pandangan hidup yang dianggap ideal yang
dipahami, dipercaya dan bahkian diyakini sebagai sesuatu yang mulia
dan luhur.
Memang
setiap agama pasti memiliki ajaran
tentang gambaran kehidupan
ideal, yang masing-masing berbeda-beda. Perbedaan
itu tidak akan mungkin dapat dipersamakan. Apalagi,
perbedaan itu sudah melewati dan memiliki sejarah
panjang. Akan tetapi, masing-masing pemeluk agama lewat para tokoh
atau pemukanya, sudah berjanji dan berekrar akan membangun negara kesatuan
berdasarkan Pancasila itu.
Memang ada
sementara pendapat, bahwa agama akan bisa mempersatukan bangsa.
Dengan alasan bahwa masing-masing agama selalu mengajarkan tentang persatuan,
kebersamaan dan tolong menolong, sebagai dasar hidup bersama. Akan
tetapi pada kenyataannya, tidak sedikit konflik yang terjadi antara
penganut agama yang berbeda. Tidak sedikit orang
merasakan bahwa perbedaan selalu menjadi halangan untuk bersatu.
Maka Pancasila, dengan sila pertama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa,
merangkum dan sekaligus menyatukan pemeluk agama yang berbeda
itu. Mereka yang berbeda-beda dari berbagai aspeknya
itu dipersatukan oleh cita-cita dan kesamaan idiologi
bangsa ialah Pancasila.
Itulah sebabnya,
maka melupakan Pancasila sama artinya dengan
mengingkari ikrar, kesepakatan, atau janji bersama
sebagai bangsa, yaitu bangsa Indonesia. Selain itu, juga dem
ikian, manakala muncul kelompok atau sempalan yang akan
mengubah kesepakatan itu, maka sama artinya
dengan melakukan pengingkaran sejarah dan janji yang
telah disepakati bersama. Maka, Pancasila adalah sebagai tali
pengikat bangsa yang harus selalu diperkukuh dan digelorakan pada
setiap saat. Bagi bangsa Indonesia melupakan Pancasila, maka sama artinya
dengan melupakan kesepakatan dan bahkan janji bersama itu.
Oleh sebab itu, Pancasila,
sejarah dan filsafatnya harus tetap diperkenalkan dan
diajarkan kepada segenap warga bangsa ini, baik lewat pendidikan formal maupun
non formal. Pancasila memang hanya dikenal di Indonesia, dan tidak
dikenal di negara lain. Namun hal itu tidak berarti, bahwa
bangsa ini tanpa Pancasila bisa seperti bangsa lain. Bangsa
Indonesia memiliki sejarah, kultur, dan sejarah politik yang berbeda dengan
bangsa lainnya. Keaneka-ragaman bangsa Indonesia memerlukan alat
pemersatu, ialah Pancasila.
0 komentar:
Posting Komentar